Integritas Dimulai dari Rumah: Membangun Budaya Antikorupsi Sejak Dini
Ulva Hiliyatur Rosida
(Dosen & Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat STAI NW Samawa)

Korupsi kerap di sebut sebagai extraordinary crime, kejahatan Inter nasioanl, dan bahkan tindak kriminal yang bersifat multidisipliner. Banyak orang memahaminya sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau sebatas penggelapan uang oleh pejabat publik atau mereka yang memegang amanah di lembaga pemerintahan. Padahal, makna korupsi jauh lebih luas. Ia tidak hanya lahir di meja birok rasi, tetapi dapat menjalar hingga ke ruang-ruang privat. Bahkan, ruang privat inilah yang kerap menjadi akar munculnya korupsi besar yang lebih merugikan, lebih merusak, dan lebih sulit diberantas. Baik ko rupsi dalam skala kecil mau pun besar dapat dicegah melalui integritas. Ketika integritas dipegang kuat, korupsi akan sulit ber kembang. Sayangnya, integ ritas kini semakin memudar dan terasa seperti barang langka.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan integritas? Integritas adalah keselarasan antara pikiran, ucapan, dan perbuatan. Ia merupakan penawar bagi berbagai tindakan korup tif yang merugikan banyak pihak. Integritas adalah jalan lurus yang membentengi manusia dari perilaku tidak ber moral, tindakan asusila, hingga pelanggaran ter hadap berbagai norma—baik norma kesopanan, kesusilaan, hukum, mau pun agama. Ironisnya, kita sering memahami konsep integritas secara teoritis, namun tidak menghidup kannya dalam praktik sehari-hari. Banyak tinda kan kecil yang sejatinya bagian dari integritas justru luput dari perhatian kita. Padahal, hal-hal kecil inilah yang menjadi muara dari persoalan besar yang kelak jauh lebih sulit dihentikan. Karena itu, kita perlu menyadari bahwa tinda kan kecil dan besar hadir di setiap sendi kehidupan, dan kesadaran itu harus dimulai dari ruang yang paling dekat: keluarga.
Potret Korupsi dalam Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat, mini atur sebuah negara. Bila keluarga sehat, negara pun akan sehat; sebalik nya jika keluarga rapuh, negara ikut merasakan dampaknya. Karena itu, membenahi negara harus dimulai dari keluarga. Begitu pula dalam upaya memberantas korupsi. Kita sering menyoroti perilaku korupsi di tingkat tinggi, tetapi lupa pada akar kemunculan nya. Korupsi kerap tumbuh dari hal-hal kecil yang terjadi tanpa disadari dalam kehidu pan rumah tangga.
Keluarga terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, ibu sebagai pendamping utama, serta anak-anak sebagai gene rasi penerus. Relasi dan interaksi diantara mereka menjadi fondasi nilai yang akan hidup dalam diri anak. Jika hubungan dalam keluarga dibangun di atas integritas, maka fondasi antikorupsi akan tercipta sejak dini. Sebaliknya, jika hal-hal kecil yang keliru dinormalisasi, maka bibit perilaku koruptif mulai tumbuh di ruang privat.
Contohnya seder hana: ketika seorang ibu meminta anaknya menga takan “Ibu tidak di rumah” kepada tetangga yang datang, padahal ia sebenar nya ada di dalam rumah. Atau ketika seorang suami enggan menafkahi istrinya tanpa alasan yang jelas, padahal ia mampu mela kukannya. Perilaku per tama mengajarkan ketidak jujuran kepada anak, sementara perilaku kedua menunjukkan tidak adanya rasa tanggung jawab, padahal nafkah merupakan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam Kom pilasi Hukum Islam (KHI). Kedua contoh ini, meski tampak sepele, merupakan bentuk-bentuk perilaku yang memberi teladan salah bagi anak sebagai generasi penerus bangsa.
Integritas adalah Solusi
Korupsi tidak akan muncul secara tiba-tiba ketika seseorang memegang jabatan publik. Benihnya tumbuh dari pola-pola kecil di dalam keluarga sebagai ruang aman seorang anak belajar tentang benar dan salah. Karena itu, integritas menjadi kunci utama. Menghidupkan integritas dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga baik itu ayah, ibu, maupun anak menjalankan peran seperti hak dan kewajibannya dengan benar.
Salah satu cara membangun budaya integritas adalah dengan menginternalisasi nilai-nilai antikorupsi yang terangkum dalam “Jum’at Bersepeda KK”: jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras. Nilai-nilai ini menjadi pagar moral yang harus dibiasakan dalam setiap aktivitas di berbagai lini kehidupan. Kita harus membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa.

Pada akhirnya, negara yang berintegritas tidak dibangun di kantor pemerintahan, melainkan dimulai dari rumah sebagai ruang terkecil namun paling menentukan arah bangsa. Negara yang bersih, kuat, dan sehat tumbuh dari keluarga yang memegang teguh integritas, sehingga Integritas adalah kunci, kunci untuk memberantas korupsi.(*)