Kecimol: Antara Euforia Jalanan dan Aturan yang Diperlukan

Photo kecimol sumber Google
Di Lombok, pesta pernikahan adat Sasak sering kali terasa kurang lengkap tanpa dentuman musik jalanan yang dikenal sebagai kecimol. Iring-iringan pengantin berjalan meriah, diiringi tabuhan gendang dan lagu dangdut populer, membuat suasana pesta berubah menjadi karnaval kecil. Anak-anak berlarian, remaja bergoyang, orang tua tersenyum melihat keramaian.
Namun di balik euforia itu, kecimol juga memantik kontroversi. Jalanan macet, keributan kadang pecah akibat alkohol, bahkan tarian yang dianggap terlalu vulgar muncul di ruang publik. Sebagian masyarakat menilai kecimol merusak nilai budaya, sementara yang lain menganggapnya sebagai bagian dari ekspresi kebersamaan.
Kreasi, Bukan Budaya Inti

Ketua Majelis Adat Sasak, Dr. H. Lalu Sajim Sastrawan, SH., MH. — akrab disapa Mamiq Sajim — menegaskan bahwa kecimol belum bisa disebut budaya Sasak. Ia lebih tepat dipandang sebagai kreasi dan inovasi generasi pelaku seni. “Kalau ada keributan atau tarian berlebihan, itu bukan salah budayanya, tapi salah pelakunya. Mereka justru mencemari karya mereka sendiri,” ujarnya.
Menurut Mamiq Sajim, tarian dalam adat Sasak sejatinya selalu sopan dan penuh makna: gerak tari adalah simbol penghormatan kepada tamu dan leluhur, doa syukur atas kebahagiaan, serta ekspresi kebersamaan masyarakat.
Mengapa di Jalan?
Fenomena kecimol di jalan raya juga tak lepas dari faktor ekonomi dan aturan. Banyak kelompok seni memilih tampil di jalan karena pertunjukan di gedung atau hotel dibatasi oleh aturan royalti dan izin. Di jalan, ekspresi mereka lebih bebas — meski konsekuensinya sering menimbulkan polemik.
Perlu Aturan, Bukan Pembubaran
Daripada dibubarkan, Mamiq Sajim menekankan perlunya pengelolaan ketat: izin resmi, pengawalan, serta keterlibatan masyarakat untuk menjaga agar kecimol tetap tertib. Dengan begitu, kecimol bisa tumbuh sebagai hiburan jalanan yang meriah, namun tetap sopan dan membanggakan.
Cermin Dinamika Budaya Lombok
Kecimol adalah cermin dinamika budaya Lombok: antara tradisi dan kreasi, antara keramaian dan keteraturan. Ia menunjukkan bagaimana masyarakat Sasak beradaptasi dengan zaman, sambil tetap menjaga nilai-nilai yang mendasar.(AM/W)