Mataram

Pendidikan Nasional dan Tantangan Keterampilan Abad ke-21: Menyiapkan Anak untuk Dunia yang Terus Berubah

Oleh : Prof. Dr. H. Muhammad, M. Pd., M.S

Di zaman yang serba bergerak sangat cepat sekarang ini, dunia pendidikan tidak lagi cukup hanya mengajarkan anak-anak untuk menghafal konsep, rumus, mengingat fakta, atau mengerjakan dan menyelesaikan soal-soal rutin yang diberikan oleh guru mereka. Zaman berubah sangat cepat, maka bersamaan dengan itu berubah pula tuntutan terhadap anak-anak kita. Abad ke-21 menuntut manusia yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga adaptif, kreatif, komunikatif, dan mampu berpikir kritis. Di sinilah pendidikan memainkan peran yang semakin penting karena idealnya pendidikan bukan hanya sebagai ruang belajar, tetapi juga sebagai ruang tumbuh kembang bagi anak-anak kita.

Dewasa ini, sekolah berhadapan dengan tantangan yang sangat jauh berbeda dibandingkan beberapa puluh tahun yang silam atau 20 atau 30 tahun lalu. Begitu lahir, anak-anak kita langsung terpapar teknologi dan derasnya arus informasi. Oleh karena itu, anak-anak kini tumbuh di tengah derasnya informasi, gawai yang tak pernah lepas dari genggaman, dan persaingan global yang hadir bahkan sejak mereka duduk di bangku SD atau bahkan sebelum itu. Dalam situasi seperti ini, pendekatan pembelajaran yang hanya bertumpu pada ceramah dan buku teks menjadi tidak lagi memadai dan bahkan tidak menarik. Kita memerlukan pendidikan yang lebih manusiawi, yang memandang peserta didik bukan sebagai obyek hafalan semata-mata, namun juga sebagai pribadi yang sedang bertumbuh menjadi jati diri yang mampu beradaptasi dengan perkembangan yang ada. Anak-anak kita adalah subyek pendidikan dan pembelajaran sekaligus juga sebagai subyek yang akan tumbuh di tengah-tengah masyarakatnya.

Keterampilan abad ke-21, seperti kemampuan berpikir kritis, keterampilan berkomunikasi, kerja sama, dan kreativitas bukan hanya sekadar terminologi modern yang sedang hangat dibahas dan dibicarakan dalam seminar.-seminar atau diskusi-diskusi. Namun, keterampilan abad ke-21 tersebut merupakan bekal hidup yang akan sangat menentukan bagaimana anak mampu menghadapi dan beradaptasi dengan masa depannya. Seorang siswa yang terbiasa bertanya dan berpikir kritis akan lebih siap menghadapi tantangan dan perubahan. Anak yang terlatih berkomunikasi dan bekerja sama akan lebih mudah diterima dan beradaptasi dalam lingkungan kerja maupun masyarakat. Sementara kreativitas akan membuka ruang dan kesempatan bagi anak-anak untuk tidak hanya bekerja, tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan.

Namun, yang sering diabaikan bahkan dilupakan adalah bahwa pembentukan keterampilan tersebut bukan hanya urusan teori. Tetapi keterampilan itu harus hadir dalam praktik pendidikan nasional kita sehari-hari. Ketika guru memberikan ruang bagi anak-anak untuk berdiskusi, maka mestinya yang terjadi bukan hanya mendengarkan. Ketika anak diajak memecahkan masalah nyata dalam kehidupan mereka, maka yang dilakukan bukan hanya sekadar menyelesaikan soal-soal yang jawabannya sudah pasti. Ketika sekolah bekerja sama dengan orang tua untuk menumbuhkan karakter anak, maka bukan hanya nilai rapor yang menjadi fokus perhatian. Di situlah pendidikan kita menjadi lebih bermakna dan berkontribusi bagi kehidupan anak-anak kita.

Pendidikan mestinya menonjolkan variabel humanis yang tidak hanya menekan anak dengan tumpukan target dan tujuan yang sifatnya mekanis, tetapi juga mampu membantu mereka mengenali dan memetakan potensinya. Pendidikan mestinya tidak hanya fokus sekadar mengejar angka-angka pada lembar penilaian, tetapi juga menguatkan sikap ingin tahu, rasa percaya diri, dan kepedulian sosial. Keterampilan abad ke-21 tidak akan mungkin tumbuh jika anak merasa takut salah, takut bertanya, atau takut mencoba. Pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi mereka untuk mencoba, gagal, mencoba, gagal, lalu bangkit kembali.

Namun, di beberapa tempat perubahan-perubahan sebenarnya sudah mulai terlihat dan muncul. Guru mulai memanfaatkan teknologi untuk kebutuhan pembelajaran yang lebih interaktif dan komunikatif. Siswa mulai diajak bekerja dalam kelompok, mempresentasikan gagasan-gagasan mereka, bahkan mereka mulai membuat proyek yang menghubungkan pelajaran dengan kehidupan nyata. Ha-hal tersebut merupakan langkah-langkah penting yang perlu terus kita dukung bersama. Sebab, masa depan Indonesia tidak hanya ditentukan oleh seberapa banyak anak-anak kita menghafal, akan tetapi juga seberapa jauh mereka mampu berpikir kreatif, bekerja sama, dan berinovasi.

Harus diakui bahwa sistem pendidikan kita belum ideal, tetapi kita masih memiliki kesempatan dan ruang untuk bergerak maju menuju ke arah itu. Sekarang ini yang kita butuhkan adalah kemauan untuk membuka diri terhadap perubahan, keberanian untuk meninggalkan pola lama yang tidak lagi relevan, berinovasi, dan keyakinan bahwa setiap anak pasti memiliki potensi besar yang menunggu untuk dikembangkan.

Di tengah-tengah dunia yang terus berubah sangat pesat, pendidikan bukan hanya tentang persoalan mengajar, tetapi lebih dari itu adalah tentang menemani dan mengarahkan. Bukan hanya tentang buku atau teori-teori yang tertulis, tetapi juga tentang kehidupan nyata di tengah-tengah masyarakat. Juga, bukan hanya tentang masa kini, tetapi juga tentang masa depan yang menantang dan kompleks. Oleh karena itu, kita secara bersama-sama harus memastikan bahwa sekolah-sekolah kita tidak hanya mencetak lulusan dan mengejar jumlah alumni yang banyak, tetapi yang tidak kalah penting adalah membentuk manusia yang siap menghadapi tantangan abad ke-21 dengan hati, rasa dan pikiran yang merdeka.(AM/*)

Tinggalkan Balasan