Oleh: Karyn Rahman

Pada Selasa, 11 Maret 2025, mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang dikenal dengan julukan “Tatay Digong,” ditangkap oleh pihak kepolisian Filipina atas perintah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Penangkapan ini terkait tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan

Sources news and image Philippines Star and social media
selama masa pemerintahannya, khususnya dalam perang melawan narkoba. Peristiwa ini memicu reaksi keras dari keluarga Duterte dan para pendukungnya.
Reaksi Keluarga Duterte
Putri bungsu Duterte, Veronica “Kitty” Duterte, menyampaikan kemarahan melalui Instagram Story. Ia menyoroti diskusi antara Kepala CIDG, Brigadir Jenderal Polisi Nicolas Torre III, dan mantan Sekretaris Eksekutif Salvador Medialdea tentang pemindahan Duterte menggunakan penerbangan carteran. “Mereka memaksanya naik pesawat tanpa mempertimbangkan kondisi kesehatannya,” tulis Kitty. Hingga kini, tujuan pemindahan Duterte masih belum jelas.
Wakil Presiden Sara Duterte, yang juga putri Duterte, mengeluarkan pernyataan resmi yang tegas. Ia menyebut penangkapan ayahnya sebagai penghinaan terhadap kedaulatan Filipina. “Hari ini, pemerintah kita sendiri telah menyerahkan seorang warga Filipina—bahkan seorang mantan Presiden—kepada kekuatan asing. Ini adalah penghinaan terhadap kedaulatan kita dan penghinaan terhadap setiap warga Filipina yang percaya pada kemerdekaan bangsa kita,” ujar Sara. Ia juga menambahkan bahwa ayahnya telah dirampas hak-hak dasarnya dan dicegah untuk membela diri di pengadilan Filipina.
Pernyataan Duterte
Dalam siaran langsung Instagram yang diunggah Kitty, Duterte menegaskan bahwa ia ingin diadili di Filipina. “Saya warga negara Filipina. Jika saya bersalah, adili saya di pengadilan Filipina, dengan hakim dan jaksa Filipina,” tegasnya. Duterte juga mempertanyakan yurisdiksi ICC, mengingat Filipina telah menarik diri dari Statuta Roma pada 2019. Ia menyebut penangkapannya sebagai “penculikan” dan menegaskan bahwa langkah ini melanggar hak-haknya sebagai warga negara.
Spekulasi Politik
Spekulasi muncul bahwa penangkapan Duterte mungkin terkait dengan dinamika politik antara keluarga Duterte dan Marcos. Meski Presiden Ferdinand Marcos Jr. sebelumnya menolak yurisdiksi ICC, keputusan pemerintah untuk menangkap Duterte dianggap sebagai perubahan sikap signifikan. Namun, hingga kini, tidak ada bukti konkret yang menunjukkan keterlibatan langsung keluarga Marcos. Langkah ini lebih dilihat sebagai upaya memenuhi tuntutan internasional atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di era Duterte.
Kebaikan Duterte kepada Keluarga Marcos
Dalam dunia politik, batas antara kawan dan lawan sering kali kabur. Hal ini tercermin dalam hubungan Duterte dengan keluarga mantan Presiden Ferdinand Marcos. Selama bertahun-tahun, jenazah Marcos tidak diizinkan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan sesuai permintaan keluarganya. Namun, pada masa pemerintahan Duterte, ia memberikan izin untuk pemakaman tersebut pada 18 November 2016. Keputusan ini menuai kontroversi, tetapi juga dianggap sebagai langkah yang menghormati keinginan keluarga Marcos.
Dampak dan Kontroversi
Penangkapan Duterte memicu perdebatan mengenai kedaulatan hukum dan hubungan Filipina dengan ICC. Banyak pihak menilai langkah ini sebagai upaya untuk menegakkan akuntabilitas atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia selama perang melawan narkoba. Namun, proses hukum dan ekstradisi ke ICC diperkirakan akan menghadapi tantangan hukum di Filipina. Duterte juga mengkhawatirkan dampak politik terhadap keluarganya, terutama Wakil Presiden Sara Duterte, yang disebutnya berpotensi mencalonkan diri sebagai presiden di masa depan.(AM/*)