Deklarasi Rinjani: Komitmen Lintas Generasi Menjaga Warisan Dunia
Oleh Dr. H. Lalu Sajim, Sastrawan, SH., MH.

Sejarah mencatat, kita pernah berada dalam bayang-bayang Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 yang menyatukan Bali, NTB, dan NTT dalam satu kerangka administratif. Saat itu, pembagian wilayah bahkan didasarkan pada agama—Hindu di Bali, Islam di NTB, Kristen di NTT. Pembagian yang sensitif ini melahirkan sekat dan kecurigaan. Namun kini, NTB berdiri dengan undang-undang sendiri: Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2022 tentang Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Undang-undang ini adalah hadiah besar. Ia menegaskan bahwa pembangunan NTB harus berkelanjutan dengan basis sosio-kultural. Lebih jauh, kehadiran Kementerian Kebudayaan yang dibentuk pemerintah pusat, serta rencana pembentukan Dinas Kebudayaan NTB yang mulai berhidmad pada tahun 2026, semakin menegaskan bahwa ruang untuk membangun NTB berdasarkan kearifan dan keunggulan lokal semakin menjanjikan.
Pendekatan pentahelix—pemerintah, perguruan tinggi, komunitas, pers, dan pengusaha—menjadi jalan percepatan. Budaya tidak lagi dipandang sebagai urusan para pelaku seni semata, melainkan tanggung jawab negara untuk difasilitasi dan dijaga. Hadirnya kementerian dan dinas kebudayaan adalah bukti bahwa NTB mendapat perhatian khusus. Ini adalah kebahagiaan sekaligus tantangan bagi kita semua.
NTB: Rumah Pluralitas
NTB adalah rumah bagi banyak suku dan agama: Sasak, Mbojo, Dompu, Sumbawa, Banjar, Makassar, Arab, Tionghoa, dan lain-lain. Bahkan di tubuh masyarakat Sasak sendiri ada yang beragama Islam, Hindu, Buddha, hingga Tionghoa.
Prinsip saya jelas: siapa pun yang sudah ratusan tahun meminum air Gunung Rinjani adalah bagian dari Sasak. Pluralitas ini bukan ancaman, melainkan kekuatan. Dengan pluralitas, kita memperkuat silaturahmi antarbangsa dan kapasitas budaya daerah.
Rinjani & Tambora: Amanat Peradaban
Gunung Rinjani dan Tambora adalah warisan dunia. Tambora meletus 215 tahun lalu dan mengguncang Eropa, mengubah jalannya sejarah Napoleon. Samalas (Rinjani) meletus pada abad ke-13 dan mengguncang iklim global, melahirkan garis Wallace-Weber yang membatasi ekosistem Asia dan Australia.
Dua gunung ini adalah bukti bahwa NTB telah memberi pengaruh besar terhadap ekosistem dunia. Menjaga Rinjani dan Tambora bukan hanya kewajiban lokal, melainkan amanat peradaban.
Deklarasi Rinjani: Simbol Komitmen
Rapat koordinasi memperingati NTB 67 tahun dan Majelis Adat Sasak 30 tahun.
Karena itu, saya menegaskan: Deklarasi Rinjani harus lahir sebagai komitmen bersama. Deklarasi ini akan menjadi panduan etika, norma, dan adat bagi siapa pun yang mendaki Rinjani—peneliti, pelancong, turis, maupun umat beragama yang melakukan ritual.
Rinjani adalah kemali agung, makrokosmos yang harus kita jaga. Tidak seorang pun berhak merusak ciptaan Tuhan di sana. Sama halnya dengan Tambora di Sumbawa, yang harus kita jaga sebagai warisan leluhur dan geopark dunia.
Penutup
Hari ulang tahun NTB ke-67 adalah penegasan bahwa kita memiliki undang-undang sendiri, kementerian dan dinas kebudayaan, serta komitmen menjaga warisan dunia. Semua ini adalah hadiah istimewa.
Tinggal bagaimana kita, masyarakat NTB, menjawabnya dengan tanggung jawab, kebersamaan, dan keberanian. Deklarasi Rinjani adalah simbol komitmen lintas generasi untuk menjaga bumi, budaya, dan peradaban.