Sumbawa Besar, anugerah-media.com
Upaya mendapatkan tanahnya seluas 85.500 M2 (sekitar 8,6 hektar) di Blok Tulu, pinggir jalan raya Sekongkang, Desa Sekongkang Bawah, Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terus dilakukan Nyonya Lusi.
Sebab sebagian besar tanah tersebut telah dikuasai orang lain dengan mengantongi beberapa sertifikat yang proses penerbitannya diduga karena campur tangan para mafia tanah. Tanah seluas 8,6 hektar ini diperoleh Nyonya Lusi sebagai ahli waris Almarhum Selamet Riyadi Kuantanaya (Toe) yang sebelumnya dibeli dari beberapa pemilik tanah asal.
Berdasarkan Surat Keterangan Ganti Rugi yang dikantongi Nyonya Lusi, tanah tersebut dibeli dari Halidi Patawu seluas 10.000 m2 (1 hektar), Halidi Resat 26.000 m2 (2,6 hektar), H. Mukhtar HMS 25.000 m2 (2,5 hektar), dan Makawaru 24.500 m2 (2,5 hektar). Tanah-tanah ini berada dalam satu blok dan saling berbatasan satu sama lain.
“Kami tidak pernah berputus asa untuk mendapatkan kembali apa yang menjadi hak kami. Kami terus berjuang entah sampai kapan. Tidak di dunia, kami menunggu di akherat,” kata Nyonya Lusi kepada media ini, Rabu (16/11)..
Segala upaya sudah dilakukan. Bukan hanya bersurat kepada Kanwil BPN NTB, Menteri Pertahanan/ATR, hingga Presiden, tapi juga menempuh upaya hukum. Nyonya Lusi mengaku persoalan tanah itu sempat ditangani Polsek Sekongkang, namun tidak membuahkan hasil, dan sampai sekarang prosesnya tak berujung.
Selanjutnya Nyonya Lusi melapor ke Polda NTB yang kemudian melimpahkan penanganan laporan itu ke Polres KSB dan sampai sekarang masih ditangani.
Sebelum dilaporkan ke Polda, Nyonya Lusi mengaku sudah melakukan pengukuran sebanyak 3 kali di lahan tersebut. Dari pengukuran itu, nama yang menguasai tanah itu berubah-ubah. Dari nama Hasbullah menjadi Rusmayadi, dari nama Agus Rahadi menjadi Wardatul K. Salim. Terungkap juga ada 9 sertifikat yang muncul di atas lahan tersebut.
Padahal saat dilakukan pengukuran hadir para pemilik lahan asal selaku pihak yang melakukan penunjukan batas. Para pemilik asal ini menegaskan bahwa tanah tersebut tidak pernah diperjualbelikan kepada siapapun kecuali kepada Almarhum Slamet Riyadi Kuantanaya.
Dengan adanya penegasan ini, Nyonya Lusi menyimpulkan tanah itu dikuasai oleh pihak lain dengan cara-cara yang tidak benar. “Sehingga patut kami duga proses terbitnya sporadic atas nama orang lain di atas lahan itu penuh rekayasa,” tuding Nyonya Lusi.
Terlebih lagi sikap Kepala Desa Sekongkang Bawah, Sudirman S.IP yang enggan memproses permohonan sporadic yang diajukan Nyonya Lusi berdasarkan Surat Keterangan Ganti Rugi yang dikantonginya. Tapi ketika kasus ini ditangani Polres KSB dan adanya upaya Nyonya Lusi untuk menggugat Hotel Yoyo dan Pelangi—selaku pihak yang menguasai sebagian lahan itu, Kades Sekongkang menawarkan pengembalian lahan seluas 3,5 hektar dari 8,6 hektar yang dicari Nyonya Lusi.
Kades Sudirman memberikan konsep sporadic untuk ditandatangani Nyonya Lusi. Dalam blanko sporadic itu tertulis bahwa lahan seluas 3,5 hektar itu berasal dari Halidi Patawu dan Halidi Resat melalui proses jual beli dengan Slamet Riyadi (Toe) pada Tahun 1997.
Namun yang membuat Nyonya Lusi keberatan dan enggan menandatangani Sporadic itu karena terkait batas-batas lahan. Sebab batas-batas itu tertera nama orang lain. Sebelah utara dengan tanah milik Emilia dan Rismiyati, selatan dengan Rismiyati dan TB, barat dengan Jalan Pariwisata, dan timur dengan Tanah milik Wardatun K Salim.
Karena berdasarkan data yang dikantongi Nyonya Lusi, tanah seluas 3,5 hektar itu seharusnya berbatasan dengan tanahnya sendiri, bukan tanah orang lain. Nyonya Lusi juga menolak konsep sporadic itu karena dari hasil pengukuran dan penunjukan batas oleh pemilik lahan asal, ternyata dari 3,5 hektar ini sekitar 99 arenya berada di lahan yang dikuasai Pelangi.
Yang mencurigakan lagi, ungkap Nyonya Lusi, Kades mengatakan setelah menandatangani sporadic itu, Nyonya Lusi tidak boleh melakukan gugatan terhadap Hotel Yoyo dan Pelangi.
“Kalau saya tandatangani, berarti saya mengakui bahwa tanah saya itu adalah milik mereka. Dan kalau saya tidak gugat Hotel Yoyo dan Pelangi, berarti saya merelakan tanah saya diambil mereka, dan tertutup ruang saya untuk mengusut para mafia tanah. Ini yang saya tidak mau,” tukasnya.
Agar persoalan ini tidak berlarut, dan banyak pihak terseret ke ranah hukum, Nyonya Lusi meminta Kades memproses permohonannya sesuai data asal dan data asli. Selain itu perlu juga diuji, data asal yang dikantongi Hotel Yoyo dan Pelangi, sehingga bisa menguasai tanah tersebut.
Kades Sekongkang Bawah, Sudirman S.IP belum bisa dikonfirmasi. Beberapa kali dihubungi via telepon seluler, tadi malam namun tidak nyambung.(AM/*)